Kamis, 13 Maret 2025

Kata-Kata Yang Bersembunyi

Memasuki hari ke-14 Puasa saat postingan ini dibuat, mencoba meluangkan waktu diselingi hawa mengantuk yang lumayan terasa. Entah mengapa perasaan ini mengalir begitu saja dalam merangkai kata demi kata yang tertuang dalam ketukan keyboard. Meski begitu, entah apa yang akan tertulis akhir dari kalimat atau paragraf yang mengakhirinya.

Belajar memahami perasaan dalam tulisan merupakan langkah-langkah psikologi yang bisa menjadi ajang pilihan untuk mengetahui lebih dalam yang berkecamuk dalam diri sendiri. Apakah itu sebuah problematika kehidupan, ide, atau mungkin hal-hal yang lainnya. Perlahan namun pasti, buah tulisan yang dibuat akan mampu menunjukan sejatinya diri sendiri. Walau pada awalnya menemukan sebuah kendala dalam menentukan jenis tulisan apa yang akan dibuat. Bagiku, tulislah saja dahulu lalu edit kemudian. Atau mungkin tak perlu diedit sama sekali.

Belajar menulis memang lumayan bertahap yang aku alami selama ini, mulai dari sekolah dasar hingga merangkai puisi sampai menulis novel, setelah itu menulis essay. Hasilnya, hanya yang mendatangkan profit membuat video dan 20 Juta didapatkan. Bersyukur? tentu saja. Selain itu banyak peristiwa yang kulewati dan tak terekam dalam tulisan. Sehingga banyak hal terlewati begitu saja tanpa meninggalkan jejak membekas yang begitu dalam. Meski ada, tak seperti yang tertulis dan terbaca ulang kembali. Hingga kepingan-kepingan kenangan muncul perlahan dan menjadi gambaran itu, bahwa itu adalah sejarah. Ya, sejarah kehidupan yang telah terlewati tentunya.

Memang terkadang banyak tulisan yang membahas sejarah dan bisa dipastikan akan ada keberpihakan sang penulis kepada siapa yang ia ceritakan. Lalu, dimasa yang akan datang akan menjadi bahan pembenaran bukan bahan kebenaran yang nyata. Sebab, yang mempelajarinya tak hidup pada jamannya. Namun, bagiku mempelajari sejarah adalah cara bercermin kepada kehidupanku saat ini. Hal-hal positif menjadi hukum, yang harus dilakukan. Sebaliknya, hal-hal negatif pun menjadi hukum, untuk tidak dilakukan.

Selanjutnya tulisan yang baik menurutku adalah yang mampu mengajak pembacanya merenung, bertanya pada diri sendiri dan menemukannya jawabannya sendiri jauh dari relung hati yang paling dalam. Dengan berpatokan pada dasar-dasar hukum yang ia yakini. Baik merupakan hukum Agama, Adat Istiadat, Negara dimana ia tinggal bahkan hukum yang universal sekalipun, tulisan yang baik bisa mengimbanginya.

Perubahan-perubahan yang signifikan yang terasa dan terlihat dari awal aku menulis hingga kini, sudah jauh berubah. Mulai dengan bahasa slank, becanda, elu gue, agak serius atau mungkin serius sekali. Semuanya sudah tertuang. Terkadang merasa geli sendiri jika membaca tulisan yang sudah lama, kemudian dibaca ulang. Ternyata itu bukti bahwa, perubahan telah terjadi dalam gaya menulisku.

Entahlah rangkaian kata-kata melalui ketukan keyboard berirama seiring dengan perasaan yang mengalir untuk menyampaikannya dalam bentuk tulisan. Tak peduli apakah ini tulisan yang menyinggung atau tidak, setidaknya sebagai dokumentasi dari sudut pandang pribadi yang subjektif. Tanpa ada hal-hal yang mempengaruhinya dari luar diri sendiri.

Aku setuju dengan quote yang kubaca di medsos, tepatnya Tiktok yang tertulis "Senyap bukan tentang ketiadaan suara, tapi tentang kata-kata yang memilih bersembunyi dalam dada." Ya, itu kini lebih banyak bergemuruh dalam diri sendiri dari pada terucap pada lawan bicara. Lebih banyak pada diri sendiri saja. karena saat umurku kini menjelang 44 Tahun yang tinggal menghitung waktu lebih banyak kesendirian. Yang aku lalukan dan keramaian dalam kesendirian itu sendiri. Ramai dalam sepi, kesepian dalam keramaian.

Kamis, 13 Februari 2025

Hobi Jeprat-Jepret

Memiliki Hobi memotret termasuk yang diidamkan dari semenjak dahulu. Semua bermula dari Koh Suryadi  yang memamerkan Sony A5000 miliknya. Dari situlah hobi mulai berkelanjutan. Dengan menggunakan Handphone jadul, apapun yang bisa diabadikan, tinggal jepret!. Peristiwa sesaat di abadikan dalam lukisan cahaya.

Memang Koh Suryadi gampang menebar racun yang membiuskan, namun positif. Hingga akhirnya kini ia memiliki kamera yang sama merknya denganku. Yah, FUJIFILM,  hanya beda type. Fujifilm XT100 milikku, milik dia aku tak tahu yang mana. Sebab, Sony A5000 miliknya terjual.

Pengalaman menggunakan Fujifilm XT100 pertama kali sangat membingungkan, namun setelah lama hingga tulisan ini dipublish menemukan banyak sekali fitut-fitur yang  sangat menolongku, sebab mager ngedit. he.he.e.e........

Dibalik fitur-fiturnya yang memudahkan, tentu ada kekurangan yang tak bisa tertutupi. Bagi pemula, kamera fujifilm sangat membingungkan istilahnya tidak user friendly. Namun, sekali memahami maka akan menjadi, TERFUJILAH!

Banyak sekali yang menyarankan Fujifilm karena fitur simulation nya, namun itu tak terlalu penting saat ini. Sebab, "kamera terbaik adalah kamera yang sekarang kamu miliki". Begitu para photographer berujar.

Jika mengacu kepada hasil photo-photo yang aku posting di IG dan Tiktok lebih dominan ke Macrophotography dan Streetphotography dan itu menyenangkan. Banyak istilah-istilah yang belum sepenuhnya paham, maklum seorang amatir yang baru beberapa bulan saat tulisan ini dibuat. Tak menjadikan kendala dalam berkarya. Jadi, kesimpulannya sekarang bertambah giat dalam hobi atau kesenangan yang membuat semangat dalam menjalani waktu.

Yah, dalam photo memberikan beragam makna dalam wujudnya. "A good sketch is better than a long speech", Napoleon Bonaparte berujar. AKu setuju dengan hal itu, sekaligus memberikan acuan untuk lebih baik dalam memotret. 

Ada kepuasan tersendiri ketika melihat hasil jepretan sendiri, yah meski banyak kekurangan dari hal tone-tone warna, komposisi atau hal-hal lainnya yang menjadikan karya lebih baik. Tak perlu ragu untuk memulai, first play by rules and then play by your heart.

Selasa, 16 April 2024

beginilah menulis

Masya Alloh, sudah setahun tidak Aktif menulis di blog. Mungkin karena kesibukan, atau mungkin pula karena tak mau menyibukkan diri. Alias malas. 

Jejak-jejak digital dalam bentuk tulisan masih ada dan terasa mengawang saat sekilas membacanya. Antara membaca dan menulis hanya tipis jaraknya yakni melalui jari jemari dalam syariat menggapai informasi. Tentunya diawali dengan niat tentunya.

Informasi yang saat ini baru bisa saja menjadi booming pada waktunya, sampai pada titiknya akan menjadi yang basi atau usang beriringnya waktu. Atau bisa jadi informasi baru pula jika dibalik untuk menemukan rekam jejak.

Perbanyak menulis dengan memperbanyak membaca, begitu seseorang menyarankan dalam berkarya pada sebuah tulisan. Namun bagiku, tulis saja dahulu baru edit kemudian. Agak basi memang, tapi itu efektif.

Menulis membuat awet muda, menulis sebuah therapi bagi mereka yang membutuhkan keheningan. Dan menulis adalah rekam jejak-jejak sejarah dalam untaian huruf yang bermakna.

Yuk menulis lagi!