Senin, 14 Juni 2010

Mozaik Hati (Menjelang Usia 30 Tahun)

Menjelang usia 30 tahun kini usiaku. Tak terasa semakin lama jumlah bilangan itu kian bertambah, tetapi unsur-unsur yang ada dalam tubuhku akan semakin berkurang. Tepatnya mendekati titik Nol. Mati dalam arti kata. Aku bukan bicara tentang kematian yang pasti datangnya. Tetapi, tentang kekhawatiran tentang hidupku sendiri. Mengapa? sebab aku merasa hingga saat ini aku belum mampu membuat perubahan kearah yang lebih baik dan lebih baik lagi. Ah....semua terasa berjalan begitu perlahan namun pasti.



Kini....fungsiku bertambah diusia 30 tahun ini. Sebagai seorang hamba kepada Sang PenciptaNya, Sebagai Umat Rasulullah yang lebih banyak melanggar peraturannya daripada mentaatinya. Sebagai seorang murid dari guru-guruku yang terdahulu dan yang sekarang, sebagai seorang sahabat, sebagai seorang penjaga ruang perpustakaan (aku merasa bukan sebagai pustakawan loh!), sebagai seorang bawahan, sebagai seorang mahasiswa, Ketua BEM, sebagai seorang suami dan tentunya sebagai seorang Ayah dari Putraku. Muhammad Rihaan Malyabaari.
Meski detik-detik menjelang usia 30 puluh itu tinggal menghitung hitungan jam, aku merasa semakin dekat saja. Wajar saja memang, sebab mungkin ini dialami oleh orang selain aku. Hidup ini memang singkat, untuk itu aku berharap dalam hidup yang singkat ini, aku berharap mampu memberikan yang terbaik untuk orang-orang yang menjadi bagian hidupku. Atau mungkin yang akan dan telah menjadi bagian hidupku.



Aku masih ingat...saat dulu ibuku pernah bercerita. Saat ia mengandung diriku, ia pernah bermimpi mendapatkan burung yang sangat merdu suaranya. Menurutnya itu pertanda bahwa suatu saat nanti aku akan pergi jauh meninggalkan keluargaku sendiri. Tetapi, pasti akan kembali kerumah. Sesuai dengan peribahasa sejauh-jauhnya burung terbang,ia pasti akan kembali ke sangkarnya. Jujur, saat ini aku jauh dari keluargaku sendiri. Mungkin, tidak akan aku tuliskan disini. sebab orang yang membaca tulisanku ini belum tentu mengerti kenapa aku melakukan itu. Namun, jauh dari relung hatiku yang paling dalam aku mencintai keluargaku. Ibu....maafkan aku yang harus menempuh jalan ini. Hingga aku harus berpindah jauh darimu.



Memang aku merasa kesepian diantara keramaian dan aku merasa ada yang tak pernah bisa aku temukan dalam kehidupan ini. Mungkin, orang tidak mengerti apa yang aku cari selama ini. Pastinya sih belum, menurutku.
Lingkunganku yang terus berubah dengan seiringnya waktu, semakin menempaku dalam bersikap dan mengambil keputusan dalam segala hal. Apakah diam, hadapi atau mungkin lari dari hal tersebut, semuanya telah membentuk karakter yang jelas dalam diriku.



Kini semua telah datang silih berganti dalam helaian setiap detik nafasku. Masa lalu, kini dan yang akan datang atau mungkin impian yang belum terwujud telah menggoreskan mozaik hati. Yang kini tinggal menunggu saat itu tiba. Esok hari.
Semoga dalam usia ini aku mampu berbuat lebih baik, cinta yang tak pernah usang untukku dari keluargaku, istri dan anakku, solidaritas dari sahabatku, pengakuan dari Imam dan RosulKu, meski aku merasa aku tak mampu menjadi yang terbaik untuk mereka.




Untuk Abah yang sudah Almarhum, aku menyayangimu dengan sepenuh hati, untuk Ibuku yang tegar, maafkan aku yang belum mampu menjadi anak yang baik bagimu. Untuk Sahabatku, maafkan jika dalam persahabatan kita selama ini lebih banyak aku yang berbuat tak layak bagi kalian semua. Untuk Istriku, I LOVE U So Much Honey, maaf Aa belum bisa jadi suami yang baik untukmu. Untuk Putraku Rihaan, Jadi Anak Soleh Ya Sayang, Ayah sama Mama Sayang sama Kamu!.




Itulah sekelumit, getar hati, mozaik cinta yang terpendam untuk orang-orang yang telah menjadi bagian diriku. Bagi mereka yang sudah dan akan menjadi bagian hidupku maafkan, serta terimalah aku apa adanya.




Akhir kata...semoga keberkahan dan keselamatan selalu ada dalam hidupku dan orang-orang yang mencintaiku dan yang aku cintai. Damai dalam cinta dan doa kupanjatkan untukku dan kalian semua. Aamiin.

Tidak ada komentar: