Sunday, April 18, 2021

Untuk Anakku

Sepekan sudah menjalani ibadah puasa. Meski, aku memulainya pada hari Senin. Tak seperti pada umumnya orang-orang pada hari Selasa. Sebabnya, adalah sebuah keyakinan. Yah, keyakinan selama ini selalu aku ikuti. Melalui bimbingan, arahan, serta pembelajaran yang selalu terucap dan tersampaikan dari Guruku, orang tuaku tegasnya panutan kehidupanku. 

Aku tak peduli meski berbeda dengan yang lain perihal peribadatan, diantaranya adalah puasa yang kujalani. Bukankah, perihal ibadah tak usah meributkannya. Jelasnya, harus ada toleransi yang jelas antar sesama umat beragama. Banyak tarekat dalam agama Islam, termasuk yang ku jalani adalah tarekat yang pastinya berbeda dengan tarekat pada umumnya. Seperti pepatah banyak jalan menuju Roma.

Pada saat ini, aku menyaksikan banyak sekali pergesekan antar sesama umat beragama. Termasuk dalam agama yang aku yakini. Namun, aku ingat bahwa jaman ini adalah zaman harus lebih banyak diam, untuk introspeksi diri. Tentunya.

Namun, jika tak kuingat petuah dari Guruku untuk diam berintrospeksi diri, tentu saja aku akan mengikuti jalan darah mudaku. Seperti dulu, begitu berapi-apinya dan pantang pulang sebelum padam. Mirip semboyan damkar, bukan? Namun, menginjak usia 40 tahun suasana emosi perlahan menunjukkan perubahan. Hal itu ditandai oleh kelahiran anak keduaku, Almahdi Malyabari.

Iya, sudah 40 tahun usiaku terbilang dalam hitungan hijriah tentunya. Usia ini adalah usia tua pada masa muda, usia muda pada masa tua. Life begin from fourty age. Istilah dari western sana. Usia ini bagiku adalah titik tolak untuk menentukan apa yang harus aku lakukan dalam sudut pandang intelektual, emosional, maupun spiritual. Tegasnya, kebijakan dan harus banyak pertimbangan dalam berbagai hal. Pendek kata, managemen diri.

Sejak aku kecil, sering mengalami perundungan dengan cap sebagai anak "Tukang mancing". Yah, abahku mendapati gelar dari orang-orang sekitar dan itupun menempel padaku. Namun, aku membalikan keadaan dengan prestasi, menjadi juara kelas. Serta mendapatkan beasiswa dari hasil usahaku. Padahal jujur saja, aku jarang sekali belajar. Bisa jadi adalah doa orang tua dan keberkahan dari para leluhur. Aku haturkan terimakasih kepada mereka semua.

Saat remaja, aku sering mengalami De Javu. Mengalami mimpi jadi kenyataan. Bahkan hingga saat ini pun sangatlah sering mengalami. Sebuah hidayah, ujar guruku dengan singkat, pada waktu itu aku bertanya pada beliau. Namun, pada usia seperti ini lebih banyak diam, tanpa harus mengutarakan kepada yang lain.

Sebelum menikah, dengan darah muda yang bergejolak banyak peristiwa-peristiwa yang aku alami. Tak pelak, banyak suka duka yang tertuang di buku harian. Hingga, semua agak tersendat saat mulai menjajaki hidup dengan pernikahan. Bersama istriku Apriani.

Pernikahan kami sudah menginjak tahun ke-13. Tahun yang penuh dengan peristiwa yang mewarnai perjalanan hubungan ini. Terkadang penuh cinta, amarah, sedih dan bahkan campur tangan pihak lain pun ada. Terimakasih kepada istriku yang masih percaya bahwa suamimu ini masih ingin bersamamu.

Anakku Muhammad Rihaan Malyabari, sekarang kamu jadi kakak. Ayah berharap jadilah contoh untuk adikmu. Naikkan derajat orang tuamu dengan kesholehan, ataupun prestasi yang terbaik. Mohon, kurangi bermain gadget. Jagalah, mamahmu buat ia selalu tersenyum. Jaga adikmu, karena suatu saat ia pasti membutuhkan mu, Boy.

Anakku Almahdi Malyabari, meski saat ini ayah mengetikkan hal ini kamu masih bayi. Tapi ayah percaya, suatu saat kamu akan membaca ini nanti. Jadilah, seorang yang hebat dan berprestasi, anakku. Jagalah mamahmu, buat dia bahagia. Jagalah kakakmu, karena ia adalah saudaramu.

Kesalahan ayah jangan kau ikuti, ayah tak membuatkan Nisan untuk makam kakekmu dari pihak ayah. Abah Memed, nama lengkap beliau adalah Muhammad Marsum bin Sairi. Darah dan dagingnya mengalir ditubuh ayah dan kalian berdua. Namun, berkat dari kebarokahan dari ilmu Guru ayah, akhirnya melalui pesan tersirat Abah Memed selalu memantau dari alam barzah.

Begitu pula dengan leluhur ayah dan kalian berdua, tegasnya ayah berpesan jangan lupakan leluhur kalian. Tanpa mereka, kalian tak akan lahir ke dunia. Mereka ada dan kau pun ada. Meski kini sudah lain dunia. Anakku, doakan mereka sebatas kau mampu, sebatas kau kuat dan sebanyak kau melakukanya. Ingatlah, senjata umat mu'min itu adalah doa. Berimanlah dan taslimlah kepada Alloh dan Rosululloh serta Sahabatnya. Suatu saat ayah akan ceritakan.

Ayah mencintai kalian semua, I Love You All.❤️❤️❤️

No comments: